Ya, hari itu hari kedua aku mulai kuliah, mulai jam 7 pagi selesai jam 5 sore. Mungkin ini adalah awal untuk memulai sesuatu dengan disiplin yang tinggi. Ya, mungkin. Tapi aku tak tau pasti dengan semua itu. Sangat melelahkan memang tapi itulah pengorbanan. Katanya berkit-rakit ke hulu berenang-renang ke tapian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Aku sudah tidak ingat sejak kapan aku mengetahui pribahasa itu, tapi yang jelas itu sudah lama sekali.
Oh , berarti itulah yang terjadi pada para petugas kebersihan. Sang pahlawan yang berusaha memberikan keindahan kepada setiap orang. Sepulang dari kampus tadi, kira-kira jam sepuluh malam, aku melihat beberapa orang pahlawan itu berusaha membersihkan sampah di sebuah tempat sampah yang terbuat dari beton tua itu. Berusaha mengais sampah ke gerobaknya, sepintas seperti pumulung yang mencari makanan sisa demi perut yang kosong. Berusaha mengais rejeki, rupiah demi rupiah, demi anak istri. Namun tak ada yang peduli. Sungguh tragis memang, tapi itulah kenyataan hidup. Tak ada yang dapat menolak sebuah takdir. Aku yakin takdir bisa diubah, tapi semua sudah terlambat. Takdir akan lebih baik jika kita lebih baik dalam segala tindakan yang telah kita lakukan. Itu semua tergantung baagaimana cara kita menyikapi dan menyukuri semuanya.
Apakah kita adalah orang- orang yang peduli akan nasib mereka?? Sang pahlawan kebersihan yang hanya dibayar dengan beberapa ratus ribu rupiah demi kebersihan di lingkungan kita. Apakah semua itu dapat terbayar hanya dengan uang sebanyak itu?? Dan yang terpenting apakah sang pahlawan lingkungan ini akan merasakan maksud dari pribahasa “ berakit-rakit ke hulu, berenang-renag ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.